Skip to main content

Perihal Ilmu Dalam Islam

Definisi banyak menyebabkan hal sederhana menjadi polemik. Maka agar tidak terjadi kesalahan persepsi, ada baiknya kita benahi dulu definisi dan bahasa. Mari kita bereskan istilah judul lebih dahulu.

1. Apa definisi Ilmu ? Adakah perbedaan antara opini, pengetahuan (epistemologi) dan ilmu (sains)?

Menurut Mulyadhi Kartanegara, perbedaan ketiga terminologi ini ialah sebagai berikut:

Opini= Pendapat subyektif dari seseorang yang belum tentu kebenarannya.

Pengetahuan= Segala hal yang didapat manusia dari pengalaman kesehariannya. Misalnya: pengetahuan tentang pepohonan tertentu.

Ilmu (Sains)= Pengetahuan yang telah tersistematisasi. Misalnya: ilmu biologi.

2. Apakah Islam itu ? Sebuah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rahmatan lil ‘alamien. (Sangat jelas, ya :-))





Kedudukan Ilmu Dalam Islam

Islam sangat menjunjung tinggi ilmu (pengetahuan). Hal ini dapat kita lihat akan banyaknya ayat Al-Qur'an yang menyuruh kita untuk mencari ilmu dan berpikir. Ilmu bagi manusia yang menjadi khalifatul fil 'ardh (wakil Tuhan di bumi) berfungsi sebagai alat dalam mencapai kesejahteraan dan rahmatan lil 'alamien. Manusia adalah pengelola alam (Q.S. Yunus : 14). Apa guna ilmu bagi manusia, mungkin kita semua sepakat bahwa pencarian akan hakikat (kebenaran) lah jawabannya. Masalah baru muncul ketika kita (lagi-lagi) mempertanyakan Apakah kebenaran itu? Bagaimana kita dapat memperoleh kebenaran secara absah? dan Untuk apa kebenaran yang telah kita dapatkan itu pada kehidupan manusia sehari-hari?. Untuk menjawabnya, kita harus masuk pada 3 wilayah filsafat terpenting:

1. Ontologi = Ilmu yang mempelajari tentang apakah sesuatu itu (benar-benar) ada, tiada dan mungkin ada. Populer disebut sebagai ilmu tentang keberadaan (being) secara fisik. Sedang untuk keberadaan yang non-fisik lazim disebut metafisika. Bidang kajiannya adalah objek ilmu.

2. Epistemologi = Ilmu yang mempelajari tentang bagaimanakah cara memperoleh sesuatu secara benar dan absah. Lazim disebut sebagai ilmu metode.

3. Aksiologi = Ilmu yang mempelajari apakah fungsi atau guna pengetahuan yang di dapat bagi kemanusiaan pada umumnya.

Kita akan lebih fokus pada epistemologi. Murtadha Muthahhari (2001) membagi 4 tingkat Epistemologi; Epistemologi (pengetahuan), Pandangan dunia/alam, Ideologi, dan Praksis.

Sedangkan Donny Gahral Adian (2002) membedakan epistemologi dengan filsafat ilmu pengetahuan. Epistemologi mendasarkan pada pengetahuan yang seluas-luasnya, termasuk sains dan pengetahuan umum. Sedang filsafat ilmu pengetahuan mendasarkan diri pada pengetahuan ilmiah/sains untuk membedakannya dari persoalan sehari-hari.

4 pokok persoalan pengetahuan dari Ferrier yang dikutip Adian adalah; Keabsahan pengetahuan, Struktur pengetahuan, Batas pengetahuan, dan Sumber pengetahuan.

Keabsahan sebuah pengetahuan dapat dilakukan melalui 3 cara :

1. Korespondensi. Harus ada keselarasan antara ide dengan semesta/dunia luar, sehingga kebenarannya didapat melalui metode empiris-deduktif. Hasilnya berupa ilmu empiris seperti Fisika, Kimia, Biologi, Sosiologi, dll.

2. Koherensi. Harus ada keselarasan antara pernyataan logis, sehingga kebenarannya bersifat formal-deduktif. Hasilnya berupa ilmu abstrak seperti Logika dan Matematika.

3. Pragmatis. Mensyaratkan adanya kriteria instrumen atau kemanfaatan nyata, sehingga kebenarannya tergantung pada fungsinya (fungsional). Hasilnya berupa ilmu terapan seperti Kedokteran dan Teknik.

Selanjutnya marilah kita membahas epistemologi Islam, untuk membedakannya dari nuansa keilmuan sekuler yang selama ini menelikung kita.





Teori Ilmu Pengetahuan Islam

Cara pandang Islam menurut Mulyadhi Kartanegara (2000) mengakui adanya objek wujud yang ghaib (metafisik) maupun wujud yang nyata (fisik). Satu perbedaan penting yang membedakannya dari cara pandang keilmuan sekuler. Cara pandang ini berimplikasi terhadap metode memperoleh ilmu pengetahuan Islam. Ada 3 alat yang diakui Islam untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang absah dan benar, yaitu :

1. Indera (sense-perception). Alat indera menghasilkan metode induksi yang didasarkan pada data-data empiris dan eksperimen. Urut-urutan kerjanya sebagai berikut :

Perumusan masalah -> Pengajuan hipotesis -> Pengambilan sampel -> Verifikasi -> Tesis


Metode indera ini pada masa lalu memunculkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan alam besar seperti Jabir ibn Hayyan, al-Batani, al-Khawarizmi, Ibn al-Haytsam dan Umar Khayyam. Ilmu yang dihasilkan seperti kimia, astronomi, optika, dll.



2. Akal (Rasio). Metode yang dihasilkan akal adalah deduksi, yaitu pengambilan kesimpulan khusus dari premis pernyataan umum. Urutan kerjanya sebagai berikut :






Pernyataan universal -> Pernyataan Partikular -> Kesimpulan


Metode ini menghasilkan ilmu logika, matematika, eskatologi, kosmologi dan metafisika. Tokoh-tokoh Islam yang besar adalah al-Farabi, ibn Sina, Suhrawardi, ibn Rusyd dan Mulla Sadra.



3. Hati/Intuisi. Metode yang dipakai melalui cara 'penyinaran' (illumination), atau penyingkapan (kasysyaf). Tuhan memberikannya langsung ke dalam hati orang-orang yang dikehendakinya. Cara ini dianggap 'melampaui' dua metode sebelumnya. Wahyu para nabi dan rasul dipercaya didapat dengan cara ini. Demikian juga para sufi. Islam kaya akan tokoh-tokoh sufi, contohnya al-Busthami, al-Hallaj, 'Aththar, ibn 'Arabi, Rumi, dll. Para sufi mengembangkan metode intuitif ini lewat latihan spiritual yang keras dalam tarekat-tarekat.

Bagaimana membedakan intuisi dari sekedar delusi? Ciri-ciri intuisi yang masuk bukan lewat persepsi maupun pemikiran menurut Iqbal (2004) adalah :

1. Intuisi adalah suatu pengalaman singkat tentang Yang Nyata. Pengalaman ini menyerupai persepsi. Hanya dalam persepsi, sensasi memainkan peranan penting, sedangkan pada intuisi, sensasi dalam arti fisiologis tidak berperan apa-apa.

2. Intuisi adalah milik khas hati, yang berhubungan dengan aspek realitas, bukan membuka persepsi inderawi. Intuisi terlalu personal, sehingga pengalaman spiritual/mistis tidak dapat diceritakan dengan kata untuk dibagi dengan orang lain.

3. Intuisi adalah keseluruhan yang tak teranalisa. Satu kesatuan yang tak terbagi, pelakunya kerap "tenggelam" dalam pengalaman ini.

4. Kesatuan tak terurai ini melebur menjadi "diri yang unik", bersifat transenden diluar jangkauan. Peleburan ini menyebabkan tak ada beda antara subjek dan objek.

5. Kegiatan intuisi menyebabkan "waktu serial" tidak ada. Yaitu waktu yang terbagi atas masa lalu, kini dan masa depan. Pelaku memahami "keabadian" sebagai momen tunggal waktu dari awal hingga akhir. Urutan waktu menjadi tak ada karena tidak nyata.

Setelah Al-Qur'an sebagai sumber ilmu tertinggi (Q.S. An-Nahl : 89), Ketiga metode ini oleh Islam diakui sah sebagai sumber ilmu. Pengalaman indera, akal, dan intuisi dianggap sama nyata. Mengabaikan salah satu dari metode ini sama dengan mengabaikan realitas itu sendiri.

Berbeda dengan metode ilmu modern/sekuler yang hanya mengakui indera atau akal sebagai metode mencapai pengetahuan. Menurut ilmu modern yang melingkupi kita saat ini, intuisi tidak dianggap sebagai metode pencarian pengetahuan. Hal ini dikarenakan objek pengetahuan ilmu sekuler tidak mengakui adanya realitas atau wujud 'ghaib' (metafisis) sebagai pengetahuan ilmiah. Alih-alih, pengalaman spiritual seseorang kerap diberi label gejala psikopatologis (kejiwaan yang sakit). Konsep tentang tiadanya realitas "ghaib" atau immateri di dunia modern saat ini adalah konsekwensi dari keyakinan pada teori Aristoteles di zaman Yunani kuno. Yaitu segala sesuatu yang ada berasal dari materi. Oleh karena itu, sesuatu yang bersifat non-fisik praktis tidak ada. Apabila kita merunut sejarah, dunia modern lahir dari abad pencerahan di Eropa. Abad yang kerap disebut zaman Renaissance. Zaman bangkitnya kembali filosofi Yunani-Romawi.



Sejarah Perpisahan Ilmu dan Agama (Sekularisasi) di Eropa

Sekularisasi atau pemisahan antara ilmu atau sains dengan agama mempunyai sejarah panjang dan gelap. Eropa abad pertengahan merupakan masa-masa suram bagi berkembangnya nalar kritis manusia. Kekuasaan berada dibawah otoritas gereja. Mempertanyakan otoritas gereja sama dengan mempertanyakan otoritas Tuhan. Pembacaan terhadap realitas sepenuhnya merujuk pada kitab suci, sedangkan kitab suci pada masa itu dibaca secara harafiah. Sehingga sampai kini, kaum agama yang membaca kitab sucinya secara literal atau harafiah kerap dijuluki kaum skripturalis. Kaum ilmuwan yang menemukan fakta yang berbeda dengan kitab suci kerap dikucilkan bahkan dituduh ateis.

Sejarah kontradiksi agama dan ilmu di Eropa-Kristen menurut Murtadha Muthahhari (2001) sebenarnya sudah terselip sejak ajaran teologis Kristen sendiri. Dogma dosa asal tentang Adam yang dikeluarkan dari surga karena memakan 'buah terlarang' menyimpan misteri tersendiri. Dalam teologi Kristen, buah yang dimakan Adam adalah 'buah pengetahuan'. Makan buah ini menyebabkan mata Adam yang sebelumnya buta menjadi terbuka, kini Adam mampu melihat baik-buruk. Hal ini membuat Tuhan murka, karena dengan makan buah ini, Adam akan mampu mencapai keabadian dengan pengetahuannya. Sehingga, kisah ini menyiratkan ada dua pilihan bagi manusia. Hidup dalam surga yang indah namun buta, atau hidup dengan mata terbuka (mengetahui kebenaran) namun terusir dari surga. Kisah 'buah terlarang' sendiri dalam Islam menyimbolkan 'buah keserakahan/nafsu' untuk hidup abadi, sehingga ketika Adam makan buah khuldi diceritakan justru akalnya hilang dan terbukalah auratnya. Hal ini menandai adanya dua potensi pada diri manusia; potensi keilahian dan potensi kehewanan.

Secara historis, kaum ilmuwan yang agamis mendapat tekanan gereja dimasa ini. Ilmuwan seperti Frank G. Bruno, Copernicus, dan puncaknya Galileo-Galilei dipaksa mengingkari penemuannya karena bertentangan dengan ajaran gereja. Hal ini menyebabkan resistensi kaum ilmuwan. Ilmuwan merasa tidak mendapat tempat dalam agama, sedangkan kebenaran yang mereka temukan ada didepan mata. Puncaknya adalah pada abad XVI, zaman pencerahan (aufklarung) pemikiran dari dogma agama yang mengekang di luncurkan. Ditandai dengan masa revolusi industri, zaman ini juga dinamakan masa Renaissance (Kebangkitan kembali ilmu-ilmu Yunani). Abad XVI, zaman akal dimulai. Agama disingkirkan jauh-jauh, karena terbukti tidak dapat menyejahterakan manusia. Ilmu-ilmu Yunani kuno dipelajari dan dihidupkan kembali. Ajaran Aristoteles yang berorientasi materi menjadi rujukan utama, sehingga ilmu dan filsafat berkembang pesat. Lahir ilmu-ilmu dan tokoh-tokoh yang materialistis. Pada ilmu fisika lahir Newton dengan hukum mekanika Newton. Ilmu biologi melahirkan Charles Darwin dengan teori evolusi-nya. Ilmu Psikologi melahirkan Freud yang menganggap agama adalah penyakit kanak-kanak, Sosiologi melahirkan Auguste Comte dengan teori positivisme-nya, ilmu sosial melahirkan Marx yang menganggap agama adalah candu, dan Sastra mengorbitkan Nietzsche dengan buku Sabda Zarathustra-nya yang mengumumkan kematian Tuhan. Jadi, ilmu di barat dapat berkembang ketika ilmu mampu memisahkan diri dari agama.

Masa ini kerap disebut masa modern. Ciri zaman modern adalah cirinya yang Antroposentris (berorientasi pada manusia sebagai pusat segala sesuatu). Sehingga gaung zaman modern yang sering kita dengar adalah 'Humanisme' sebagai ruh zamannya.

Fakta, keilmuan modern yang kita pelajari dikampus-kampus pada hari ini lahir di abad XVIII-XIX, masa keemasan modernitas. Maka, dapat dipahami jika manusia modern saat ini menjadi manusia yang rakus dan cenderung merusak alam demi kepentingan dirinya sendiri. Sebab manusia adalah pusat segala sesuatu (Anthroposentris). Manusia pun menjadi Tuhan. Paradigma khas orang modern. (Baca: manusia yang memutuskan untuk mengusir Tuhan dari persepsi dan hatinya)

Pada masa modern ini lahir filosof-filosof kenamaan Eropa dengan berbagai alirannya masing-masing. Tiga aliran besarnya adalah :

1. Rasionalisme yang dimotori 'bapak filsafat modern', Rene Descartes. Ungkapan terkenalnya 'Cogito Ergo Sum'. Ide utamanya adalah untuk meyakini sesuatu, kita harus meragukannya terlebih dahulu. Tidak ada yang luput dari keharusan diragukan. Karena dengan meragukannya dan kemudian memikirkannya lewat rasio, kita akan mendapatkan kebenaran. Kebenaran yang jelas pasti adalah bahwa Descartes mendapati dirinya sedang ragu. Kenyataan atau fakta tidak dapat dipercaya, karena itu yang dapat dipercaya hanyalah rasio. Kaum rasionalis karenanya mempercayai kebenaran penalaran deduktif. Kebenaran yang dipakainya kebenaran korespondensi.

2. Aliran Empirisme yang dimotori John Locke dengan teori 'Tabularasa'-nya. Pengalaman adalah kunci utama kebenaran. Tidak ada yang dapat masuk ke dalam akal termasuk ide tanpa melalui indera lebih dulu. Itu sebabnya pengalaman menjadi penting. Metode yang dipakai kaum empiris adalah verifikasi-induktif. Tokoh terpenting aliran ini, David Hume, tidak mempercayai metafisika. Karena ide-ide metafisika seperti substansi, kekekalan jiwa dan diri tidak dapat dibuktikan pada data inderawi.

3. Aliran Kantianisme. Tokohnya Immanuel Kant. Kant menganggap filsafatnya adalah sintesis dari rasionalisme dan empirisme yang selalu berperang. Kant mendasarkan pemikiran filosofisnya pada bagaimana manusia mengetahui. Bagi Kant, fakta adalah fenomena, sedang hakikat atau kenyataan adalah noumena. Kant mengembangkan filsafat transendental yang menyelidiki cara benak manusia memahami objek yang ditangkap melalui indera. Noumena tidak akan pernah kita tangkap, karena manusia selalu memakai subyektifitasnya sendiri. Noumena yang ada dibalik fenomena akan dilihat melalui sudut pandang masing-masing individu. Ibarat masing-masing manusia melihat alam dengan kaca mata yang berbeda-beda warnanya. Kant juga menganggap metafisika itu tidak mungkin (ada), karena pengetahuan didasarkan pada ruang dan waktu. Benda di alam dan perubahannya yang selalu niscaya mensyaratkan adanya ruang dan waktu. Tidak mungkin ada perubahan tanpa diikuti waktu. Tanpa waktu tak ada perubahan. Sehingga, ruang dan waktu hanyalah pemahaman kita terhadap realitas.

Implikasi filsafat modern yang menganggap keberadaan sesuatu harus dapat di indera dan di fikirkan, melahirkan metode pengetahuan ilmiah yang harus mengikuti beberapa aturan. Antara lain :

1. Empiris atau dapat diamati.

2. Dapat diukur atau terkuantifikasi.

3. Dapat diverifikasi.

4. Obyektif.

5. dst.

Pada perkembangannya, filsafat modern ini terbukti tidak dapat menyejahterakan manusia. Manusia bahkan terjebak pada kungkungan berhala-berhala baru. Penyakit umum manusia modern menurut Erich Fromm adalah perasaan teralienasi (keterasingan). Pada akhirnya manusia justru merasa asing dari lingkungan dan bahkan dirinya sendiri. Akibatnya manusia mempunyai persoalan serius mengenai kebermaknaan hidupnya. Isu kehidupan yang bermakna menjadi topik terpenting abad ini. Hidup yang tidak bermakna atau absurd bahkan telah membuat seorang filosof bernama Albert Camus memutuskan mati bunuh diri.

Sejarah keilmuan sekuler barat menafikan Tuhan dalam perkembangan ilmunya. Karena kematian Tuhan telah diumumkan, maka kini manusia bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya. Hal ini karena perkembangan ilmu didasarkan pada paradigma Antroposentris (berpusat pada manusia). Kini, pada akhir abad XX, banyak ilmuwan maupun filosof barat sekuler yang mulai mempertanyakan kebebasan dan kemahakuasaan manusia sebagai sesuatu yang melelahkan. Seperti yang dikatakan Sartre; Manusia dikutuk untuk bebas. Artinya, dengan kebebasannya, manusia justru merasa terasing dari diri sendiri dan masyarakatnya, merasa absurd. Banyak fenomena kekinian menunjukkan masyarakat sekuler barat mulai lelah dengan ateisme. Mereka mencari sesuatu yang transenden, sesuatu yang lebih tinggi dari manusia.

Fenomena keresahan dibarat-sekuler membuat mereka kembali melirik hal-hal berbau agama, sehingga muncul ide tentang hubungan antara agama dan ilmu. John F. Haught (2004) menjabarkan setidaknya ada 4 pendekatan relasi agama dan Sains :

1. Pendekatan Konflik. Berasumsi pada dasarnya sains dan agama tidak dapat rujuk.

2. Pendekatan Kontras. Berasumsi tidak ada pertentangan riel antara agama dan sains, karena keduanya memberi tanggapan pada masalah yang berbeda.

3. Pendekatan Kontak. Berupaya berdialog, berinteraksi, dan kemungkinan adanya "penyesuaian" antara sains dan agama, terutama mengupayakan agar sains ikut mempengaruhi pemahaman religius dan teologis.

4. Pendekatan Konfirmasi. Perspektif ini meyoroti cara-cara agama pada tataran yang mendalam, mendukung dan menghidupkan segala kegiatan ilmiah.

Maka lahirlah filosofi postmodern. Mengenai keilmuan, seorang filosof postmodern bernama Karl Popper dalam Benson dan Grove (2000) membagi teori menjadi 2 jenis :

Teori ilmiah. Teori yang dapat dibantah, artinya dapat dibantah kebenarannya. Contohnya hukum mekanika Newton yang dibantah oleh hukum relativitas Einstein.

Teori yang tidak ilmiah. Teori yang tidak dapat dibantah, artinya tidak dapat dibantah kebenaran atau kesalahannya. Contohnya teori alam ketidaksadaran Freud, agama, dan ramalan bintang.



Persoalan Keilmuan Islam Kontemporer

Secara historis, para ilmuwan Islam abad pertengahan menjadikan Allah sebagai pusat ilmu pengetahuan (Teosentris). Ilmu berkembang dan dikembangkan dalam kerangka paradigma Islam yang holistik. Islam abad pertengahan tidak pernah memisahkan antara ilmu dan agama. Agama justru menjadi sumber inspirasi bagi manusia untuk mengembangkan ilmu dan teknologi. Namun, menjelang kejatuhan kekhalifahan Turki Utsmani di Andalusia Spanyol, keilmuan Islam mengalami kemunduran besar. Zaman kegelapan Islam dimulai ketika zaman pencerahan Eropa tumbuh. Banyak negara muslim yang dijajah dan dieksploitasi barat yang maju dengan teknologi dan industrinya, hasil kebudayaan modern. Pasca kemerdekaan negara muslim terjajah, sistem negara tersebut telah memakai sistem barat sekaligus paradigma yang dianutnya. Bahkan, banyak pembaharu Islam yang percaya, kebangkitan Islam bisa tercapai ketika negara muslim mampu meniru kemajuan ilmu dan teknologi barat. Fakta membuktikan, bukannya bertambah maju, justru banyak negara muslim yang terbaratkan secara sistem dan pemikiran.

Masyarakat muslim yang tertinggal secara keilmuan dan teknologi dari barat mulai menyadari bahwa ketertinggalan dari barat tidak bisa dicapai dengan meniru barat, karena mengadopsi teknologi dan sains barat-sekuler berarti juga mengadopsi sistem pemikiran dan keyakinannya. Seperti yang dikemukakan Musa Asy'ari (.......), Islam justru mengalami kemunduran ketika memisahkan antara agama dengan ilmu. Karena sejarah peradaban keilmuan barat-sekuler sangat berbeda dengan sejarah peradaban Islam.

Meski demikian, tidak mudah untuk kembali ke masa abad pertengahan. Sebab generasi muslim saat ini tumbuh dan dibesarkan oleh dunia modern. Sebuah kenyataan yang tidak bisa dinafikan. Ilmuwan dan intelektual muslim belajar keilmuan modern sejak kecil. Hanya segelintir kecil yang berkesempatan mempelajari ilmu-ilmu Islam tradisional yang terkadang sudah ketinggalan zaman itu.

Bergulirlah Ide Islamisasi ilmu. Ide ini pertama kali dikemukakan Isma'il Raji Al-Faruqi dari Naquib Al Attas dalam bukunya Islamitation of Knowledge. Rencana kerja islamisasi pengetahuan Al-Faruqi seperti yang dikutip Sardar (1987) adalah sebagai berikut :

1. Penguasaan ilmu modern.

2. Penguasaan warisan islam.

3. Penentuan relevansi khusus Islam bagi setiap bidang pengetahuan modern.

4. Pencarian metode untuk menciptakan perpaduan kreatif antara warisan islam dan pengetahuan modern.

5. pengarahan pemikiran islam ke jalan yang menuntunnya menuju pemenuhan pola ilahiah dari Allah.

Apabila dibuat bagan, tantangan keilmuan Islam kedepan dapat digambarkan sebagai berikut :







Pada kenyataannya, ide ini tetap saja sulit diterapkan. Menurut Kuntowijoyo, ide islamisasi ilmu pada ilmu pasti lebih mudah. Cara pandang ilmuwan-lah yang harus diubah. Apabila pandangan dunia ilmuwan tersebut islami, maka ilmu yang lahir dari tangannya adalah ilmu islam. Sedangkan penerapan islamisasi ilmu pada ilmu sosial dan humaniora lebih kompleks. Tidak cukup pandangan dunia ilmuwan sosial saja yang islami, namun juga perangkat-perangkat lainnya harus disiapkan. Tawaran Kuntowijoyo untuk menyikapi hal ini ialah dengan Ilmu Sosial Profetik. Sebuah gagasan yang belum rampung konsepnya, sebab Kuntowijoyo keburu meninggal dunia. Namun mozaik pemikiran Kuntowijoyo mengenai Ilmu Sosial Profetik ini bisa dibaca pada buku terakhirnya; Islam Sebagai Ilmu. ***

Comments

Popular posts from this blog

SAN SHOU

Sanshou (orang Cina: 散手; pinyin: sǎ nshǒu; secara harfiah "bebas tangan") atau Sanda (orang Cina: 散打; pinyin: sǎ ndǎ; "perkelahian yang bebas secara" harfiah") modern Cina untuk memberikan pertempuran, self-penjagaan sistem, dan olahraga pertempuran. Tidak dilihat sebagai gaya mandiri, agak dianggap sebagai hanya sebagian sastra perang Cina saja dan biasanya diajar di cabang lain wushu. Masa Sanda mempunyai sejarah yang lebih panjang dan lebih umum lama. Sanshou adalah nama resmi yang diberikan kepada seni perang ketika diresmikan dan distandarisasi oleh pemerintah Cina. Terdiri dari beberapa aspek perkelahian sastra perang yang tradisional gaya di Cina, tetapi sebagian besar mendasarkan teori ilmiah yang efisiensi dalam pertempuran. Sanshou terdiri dari sastra perang Cina termasuk aspek pertempuran termasuk memukul dan bergulat. Turnamen Sanda ialah satu dua olahraga wushu disiplin yang diakui oleh International Wushu Federation. Sejarah Sanshou terlibat tidak

Berhitung (mungkin) Lebih Mudah dengan Number Sense…

Salah satu hal yang membuat matematika ‘terkenal’ dan juga mungkin ditakuti oleh banyak orang adalah HITUNG. Ya tentu saja matematika banyak berkaitan dengan hitung menghitung tapi matematika bukan hanya tentang ilmu berhitung tapi juga ilmu logika, mengukur dll… Kita memang sangat butuh bisa berhitung dengan tepat dan EFISIEN. Memang sih sekarang sudah banyak kalkulator dan juga menjamurnya ‘Mental Aritmetika’ yang sangat mempermudah dalam hitung menghitung…tetapi aku tidak mau membahas itu. Sebagai seorang pendidik aku lebih tertarik pada sisi didaktik…so saat ini aku akan bercerita tentang pembelajaran matematika (untuk anak sekolah dasar). Aku hanya ingin mencoba membandingkan berhitung (contoh yang akan aku tampilkan tentang penjumlahan) menggunakan algoritma dan number sense. Sebenarnya number sense bukanlah suatu metode berhitung, number sense hanyalah semacam kepekaan terhadap bilangan (kata sense memegang peranan penting di dini). Seperti kita mungkin sering mendengar “Si A me

Matematika Langit VS Matematika Bumi

Kerja keras belum tentu produktif, lihat tukang becak, sungguh ia sudah kerja keras mengayuh becaknya hingga ngos-ngosan keringatan, tetapi hasilnya ternyata tidak memadai. Kerja cerdas lebih produktif, tidak terlalu keringatan tetapi hasilnya bisa jauh lebih banyak. Tetapi banyak juga orang yang sudah kerja cerdas,sudah menghasilkan begitu banyak, segala yang dibutuhkan sudah tersedia, ternyata hidupnya tidak tenang, gelisah dan ujung-ujungnya lari ke narkoba atau mendekam di penjara. Nah ada jenis kerja lain, yaitu kerja ikhlas. Dapat banyak alhamdulillah, dapat sedikit alhamdulillah, belum dapat,sabar dan berusaha lagi. Seberapapun yang diperoleh dari kerja keras,cerdas dan keikhlasannya, ia bisa menerimanya dengan senang hati karena ia menyadari bahwa wilayah manusia itu hanya berikhtiar, hanya berusaha, sedangkan tentang hasil, disitu ada tangan Tuhan. Ada orang sudah dapat banyak masih kurang dan hatinya gelisah, makan tak enak tidur tak nyenyak, dimusuhi orang banyak. Sementara